Keputusan cerdas Presiden Joko Widodo memberikan perlindungan kepada petani dalam bentuk asuransi pertanian usaha tanaman pangan harus diapresiasi.
Asuransi tanaman pangan diprioritaskan karena komoditas ini diusahakan oleh petani miskin, gurem, bermodal sangat terbatas, dan rentan terhadap perubahan iklim. Tanpa perlindungan, mereka dipastikan terus terpuruk dan terjerat rentenir.
Asuransi memungkinkan adanya perlindungan sosial dan ekonomi langsung bagi petani yang gagal panen akibat banjir, kekeringan, dan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Implikasinya, asuransi pertanian dapat memberdayakan dan mengangkat harkat dan martabat petani. Pertanyaannya, apa manfaat asuransi pertanian dan bagaimana implikasinya terhadap produksi, produktivitas dan daya saing pertanian Indonesia?
Proteksi atas risiko tinggi
Perubahan fundamental adanya asuransi pertanian adalah Pasal 37 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013, yakni terjadinya transformasi usaha pertanian yang berisiko tinggi dan penuh ketidakpastian menjadi terproteksi melalui kepastian penjaminan. Prasyarat kepesertaan asuransi akan mengikat petani menerapkan praktik pertanian terbaik. Tanam serempak, irigasi berselang, pemupukan berimbang, dan pengendalian OPT berkelanjutan merupakan teladannya. Implikasinya, terjadi soliditas usaha yang memicu peningkatan efisiensi, produktivitas, daya saing, serta keberlanjutan usaha pertanian.
Lebih lanjut, asuransi pertanian menjadikan pertanian sebagai profesi yang menjanjikan sehingga akan menarik minat generasi muda. Pendekatan hamparan memungkinkan pemanfaatan alat dan mesin pertanian dapat diefisienkan. Panen serentak akan memudahkan pengelolaan pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian.
Negara-negara Eropa, Amerika, dan negara maju lain telah lama melakukan proteksi dan perlindungan sektor pertanian. Bentuknya berupa subsidi: energi,input, insentif, asuransi, bahkan proteksi harga jual komoditas dan pengendalian importasi produk sejenis ataupun komplementer. Pemerintah Indonesia harus berjuang menyukseskan asuransi pertanian karena kedaulatan pangan merupakan prasyarat keberlanjutan dan kejayaan negara yang tak tergantikan.
Asuransi pertanian juga menjadi insentif perbankan dalam menyalurkan kredit karena adanya jaminan pengembalian kredit. Bagi bank, asuransi pertanian dapat mengeliminasi kredit bermasalah ketika usaha tani pangan gagal. Cepat dan pasti, kucuran kredit usaha pertanian akan semakin tumbuh dan berkembang. Saat ini, bank pemerintah dan swasta telah menyiapkan diri untuk mengucurkan kreditnya ke sektor pertanian. Sektor pertanian dipastikan tumbuh lebih tinggi dan lebih cepat sehingga pencapaian kedaulatan pangan dapat diakselerasi.
Asuransi produksi
Asuransi pertanian dapat didiversifikasi dan dikembangkan menjadi asuransi produksi dan harga komoditas pertanian. Perlindungan petani menjadi semakin komprehensif sebab tidak hanya gagal saja yang diganti, tetapi juga ketika produksi turun dan harganya anjlok, sesuai premi dan pertanggungannya.
Tentu prasyarat dan term of condition-nya lebih detail berdasarkan kesepakatan kedua pihak. Biaya subsidi preminya dapat memanfaatkan sebagian kecil dana subsidi benih dan pupuk yang tiap tahun mencapai tidak kurang Rp 35 triliun dan tidak pernah habis. Asuransi produksi dan harga akan lebih murah dan efektif sehingga menjadi komplementer dengan subsidiinput.
Melalui asuransi produksi dan harga komoditas pertanian, pemerintah dapat mentransformasikan sektor pertanian konvensional menjadi pertanian modern berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi maju dari hulu sampai ke hilir. Saat itulah, produksi dan produktivitas sektor pertanian Indonesia punya daya saing tangguh menghadapi kompetitor produsen pangan regional ataupun global. Argumennya, selain pekerja keras, petani Indonesia juga mampu memproduksi komoditas apa saja, kapan saja, sepanjang tahun. Beragamnya iklim, mulai dari daratan (tropis) sampai gunung (subtropis), yang tidak dimiliki negara mana pun menjadi keunggulan komparatif dan kompetitif Indonesia.
Besarnya premi asuransi pertanian, menurut Peraturan Menteri Pertanian No 40/2015, adalah Rp 180.000 per hektar per musim tanam dengan pertanggungan Rp 6 juta per hektar jika mengalami puso (gagal panen). Penetapan ini dilakukan berdasarkan hasil uji coba tahun 2013 dan 2014 di Sumatera Selatan, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Pemerintah menyubsidi premi Rp 144.000 (80 persen) dan premi swadaya Rp 36.000 (20 persen) per hektar. Jika rata-rata kepemilikan lahan 0,3 hektar, petani hanya membayar premi Rp 12.000.
Tahun ini, dengan biaya Rp 150 miliar, direncanakan 1 juta hektar lahan sawah (7,14 persen) diasuransikan. Jika berhasil, tahun 2016 dapat dikembangkan menjadi 3 juta hektar (21,52 persen) dan pada akhirnya kita asuransikan 14 juta hektar luas tanam (100 persen).
Eksekusi asuransi pertanian ini harus dikawal agar memberikan manfaat maksimal bagi petani sekaligus mengeliminasi penyimpangannya sehingga eksekusi komitmen pemerintah dan DPR yang sangat kuat dapat dioptimalkan