Hama kepik hitam (Paraeucosmetus pallicornis) hingga kini belum banyak ditangani sehingga informasinya sulit dicari di perpustakaan. Informasi dari internet awalnya bersifat negatif yaitu kesalahan persepsi, sedangkan dari lembaga penelitian maupun praktisi lapangan juga belum benar sehingga perlu dilakukan studi dasar untuk sampai kepada upaya pengendalian di lapangan.
Hama Kepik hitam dapat dikategorikan sebagai hama baru di indonesia, karena pertama kali ditemukan pada tahun 2005 di Desa Toraut, Dumoga-Sulawesi Utara. Hama ini dikenal oleh petani dengan nama “semut hitam”. Karena bentuk, ukuran, dan pergerakannya seperti semut hitam (Sembel, 1989). dan sampai sekarang serangan hama ini telah menyebar hampir di seluruh wilayah kabupateng Bolaang Mangondow, bolaang mangondow Utara, Gorontalo bahkan sudah sampai ke Sulawesi Selatan.
Referensi diperoleh dari para pakar di Lembaga Penelitian, Perguruan Tinggi, Praktisi Perlindungan Tanaman, Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc. (Guru besar IPB dan Ketua I Komisi Perlindungan Tanaman Indonesia) menyebutkan bahwa nama kepik hitam di Sulawesi adalah Paraeucosmetus pallicornis (Dallas). Hal tersebut didasarkan atas hasil pemeriksaan terhadap imago yang dikoleksi dari persawahan di Desa Popontolen dan Matani, Kecamatan Tumpaan, Kabupaten Minahasa Selatan dalam Laporan Perjalanan Dinas ke Provinsi Sulawesi Utara pada hari Kamis dan Jumat tanggal 4-5 Desember 2008. Menurut Kalangi (1986), kerapatan populasi hama kepik hitam dilaporkan mencapai 76 ekor per ayunan jaring. Sembel (1989) menyebutnya sebagai Paraecosmetus sp. Nama tersebut berdasarkan hasil identifikasi Dr. Scuder dari University of British Colombia, Vancauver, Kanada.
Informasi yang diperoleh dari petani bahwa serangan hama ini musiman, dan biasanya menyerang pada curah hujan yang relatif tinggi dengan kondisi udara yang panas, dengan potensi kegagalan panen sampai 70 % jika serangan sangat parah bahkan beberapa laporan serangan hama ini tahun lalu sempat meresahkan petani di gorontalo
Rauf, (2008) menyatakan penyebaran kepik hitam semakin meluas dan dikhawatirkan dapat menimbulkan masalah yang lebih besar di masa mendatang. Oleh karena itu pengaturan pola tanam merupakan prioritas pertama yang perlu mendapat perhatian dalam penanganan hama ini. Disamping itu agens hayati yang berupa patogen serangga (Beauveria, Metarrhizium) perlu dikembangkan di tingkat kelompok/hamparan.
Dinamika Populasi dan Pengendalian Kepik hitam pada Tanaman Padi di Provinsi Sulawesi Selatan, Tujuan kajian ini adalah untuk Mempelajari pola umum perkembangan populasi dan teknologi pengendalian kepik hitam melalui pengamatan lapangan dan laboratorium. Sasaran kajian ini adalah :
1) Terlaksananya pengamatan lapangan di 18 hamparan,
2) Tersedianya informasi tentang pengendalian hama kepik hitam,
3) Tersedianya informasi tentang bioekologi hama kepik hitam.
.
Kajian dilaksanakan di wilayah kerja Instalasi Pengamatan Peramalan dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (IP3OPT) Pinrang. Provinsi Sulawesi Selatan bulan April - Desember 2011. Metode kegiatan adalah pengamatan Lapang Dinamika Populasi dan Semilaboratorium, yaitu meliputi Rearing, Siklus Hidup, Eksplorasi Entomopatogen, Uji pengendalian nabati, patogen serangga dan Kimia, Pembuatan Koleksi Spesimen.
Hasil Pengamatan Lapangan Dinamika populasi adalah Terjadi dua puncak populasi kepik hitam yaitu pada umur tanaman 4 MST (0,23 ekor/10 rumpun) dan 11 Mst (0,65 ekor/10 rumpun. kegiatan laboratorium: Telur berukuran panjang 1 mm dan menetas setelah 4-6 hari. Nimfa berbentuk ramping terdiri dari 5 instar dan lama perkembangan nimfa berkisar 14-21 hari. Dewasa berukuran panjang 7-7,5 mm dan lama hidup dewasa 6-12 hari. pengambilan sampel untuk rearing dibawa menggunakan pot yang diisi tanaman dan diberi kassa sedangkan kepik yang terserang jamur entomopatogen ditumbuhkan di media PSA dan diidentifikasi untuk kegiatan eksplorasi. Uji pengendalian pestisida nabati yang tertinggi terdapat pada pengamatan 192 jam adalah ekstrak daun mimba. Uji pengendalian Jamur patogen Serangga yang tertinggi terdapat pada pengamatan 192 jam adalah Beauveria bassiana. Uji pengendalian Pestisida Kimia yang tertinggi terdapat Pada pengamatan ke-1 (24 jam) adalah pada perlakuan klorantraniliprol-tiametoksam dengan semua dosis yaitu 100%. Tersedianya koleksi serangga kepik hitam untuk identifikasi serangga di Balai Besar peramalan OPT.
Antisipasi musim tanam ini sangat dibutuhkan mengingat siklus hidup hama ini dan pengalaman dari tahun ketahun sejak ditemukannya, umumnya serangan yang cukup tinggi terjadi pada saat musim puncak tanam padi sekitar bulan November - Januari.
kepik biji kepik hitam kepinding tanah ketahanan pangan pengendalian peramalan hama siklus hidup swasembada pangan